Rabu, 30 Maret 2016
Berlangganan

# Baca Dulu # Bercermin Dari Wasiat Nabi Kepada Abdurrahman bin ‘Auf


Di bulan Sya’ban tahun keenam Hijriah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai ceo Negara Islam Madinah pada saat itu mengutus seorang duta untuk berdakwah ke daerah perbatasan antara Jazirah dan Syam, yakni sebuah wilayah datar yang dikenal dengan nama Daumatul Jandal (Moenawar Chalil, 2001). Domain  ini berada di timur laut Madinah dengan jarah tempuh sejauh 15 hari perjalanan dari Madinah dan telah dekat dengan Damaskus. Disana nasiblah satu anak cucu (keluarga/suku) yang dikenal dengan nama Anak cucu Kalb (keluarga anjing) yang mayoritasnya beragama Kristen Katolik, sebagaimana agama penguasa mereka yakni Kekaisaran Romawi sebelum akhirnya cahaya Islam datang menyinari kenasiban mereka. Sebab daerah ini berada di pinggiran Syam, maka meskipun bernama Suku Anjing, tetapi rupa mereka tidaklah kurang baik menyerupai anjing. Mereka lebih mirip orang-orang Syam, dengan badan tinggi dan wajah-wajah yang cantik dan tampan.

Sebagai pembawa risalah, menjadi tugas mutlak Rasulullah-lah untuk berdakwah. Menyerukan kalimat tauhid sampai tiada satu manusia pun di muka bumi yang mengingkari keesaan dan kekuasaan Allah semata merupakan misi mutlak dari dakwah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.Nir  hanya itu sebagai kepala negara sekaligus pemerintahan, pasti Rasulullah mempunyai otoritas penuh untuk mengutus duta-duta negara ke sebuahwilayah demi mengemban mandat penyampaian risalah Islam ke seluruh pelosok. Maka pengutusan duta ke Daumatul Jandal ini pula tahap daripada syiar Islam yang dilakukan oleh Rasulullah beserta para shahabat guna memurnikan tauhid pada mereka yang telah mencemarinya, alias mengetahuikannya pada mereka yang belum mengetahuinya. Terlebih lagi Daumatul Jandal merupakan salah satu wilayah strategis sebab ia merupakan pintu gerbang yang biasa dilewati kafilah dagang yang hendak lalu lalang dari Hijaz dan Jazirah ke Syam alias sebaliknya, bila wilayah ini telah disinari dengan cahaya Islam tentulah bakal mempermudah Islam untuk lebih tersebar luas lagi pada masa nantinya.

Tersebutlah seorang shahabat mutlak dari golongan As-sabiqun Al-Awwalun sekaligus Muhajirin bernama Abdurrahman bin ‘Auf radhiallahu ‘anhu. Satu diantara sepuluh shahabat yang semasa nasib pun telah Rasulullah jaminkan masuk ke dalam surga. Seorang shahabat yang teramat kaya, bahkan ia sanggup menyumbang 700 ekor unta bermuatan harta benda penuh untuk dakwah Islam dan perjuangan di jalan-Nya. Yang walau demikian ia tetaplah zuhud dan anti kekuasaan. Sebab tatkala Amirul Mu’minin Umar bin Khattab menunjuknya sebagai salah seorang yang pantas dibai’at sebagai khalifah umat Islam sepeninggal beliau, maka Abdurrahman bin ‘Auf dengan tegas menolaknya (Khalid Muhammad Khalid, 2007).

Dialah Abdurrahman bin ‘Auf yang dipilih Nabi sebagai duta ke Daumatul Jandal, lengkap bersama sejumlah pasukan untuk mengantisipasi kalau-kalau Anak cucu Kalb malah menyebutkan perang. Sebagai salah satu generasi yang paling awal dibina Rasul, bahkan jauh sebelum Rasul menjadikan Darul Arqam di Makkah sebagai pusat pembinaan ke-Islaman, Abdurrahman bin ‘Auf dipandang telah matang dan sangat representatif untuk memberi tau Islam ke Daumatul Jandal.

Sebagaimana duta-duta Islam yang lain, merupakan sebuahfaktor yang lazim bagi mereka untuk memperoleh wasiat dari Rasulullah sebelum keberangkatannya sebagai bekal ruhaniyyah di perjalanan. Maka pagi itu datanglah Abdurrahman bin ‘Auf menghadap Nabi, dan dalam forum itu turut dan pula seorang shahabat bernama Abdullah putra dari Umar bin Khattab yang dalam riwayat dikisahkan telah bertekad sedari malamnya untuk bisa mengikuti forum itu demi mendengar wasiat Rasulullah pada Abdurrahman bin ‘Auf. Abdullah bin Umar inilah yang kemudian menjadi perawi (periwayat) dari hadits wasiat Rasulullah untuk Abdurrahman bin ‘Auf. Dan pasti saja amalan beliau yang bertekad kuat untuk datang ke forum itu sebab hausnya bakal ilmu, lalu turut menyimak wasiat Rasulullah, dan akhirnya sanggup meriwayatkan hadits ini amatlah sangat mulia, sepatutnya kami sanggup mencontoh semangat beliau dalam mencari ilmu.



Isi Wasiat

Apakah kiranya wasiat Rasulullah pada Abdurrahman bin ‘Auf itu? Marilah kami simak dengan akurat. Dalam kitab At-Targhib wat-Tarhib karya Imam Al-Mundziri, dicatatlah hadits yang sangat berharga itu, yakni pada bab Peringatan dari MengurangiDosis  dan Timbangan, disebutkan:



Ibnu ‘Umar bin Al-Khatthab radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menghadap ke arah kami dan bersabda: ‘Wahai sekalian kaum Muhajirin, ada lima faktor yang menimpa kalian (dan aku berlindung terhadap Allah supaya kalian tidak menjumpainya); (1)Tidaklah tampak pada sebuahkaum lakukanan zina jadi dilakukan dengan cara terang-terangan (sebab telah terbiasa dan telah hilang rasa malu) melainkan bakal tersebar tha’un (wabah) di tengah-tengah mereka dan penyakit-penyakit yang tidak sempat menjangkiti generasi sebelumnya; (2)Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan melainkan (mereka) bakal ditimpa paceklik, sulitnya pengnasiban dan kezhaliman penguasa atas mereka; (3)Tidaklah mereka menahan zakat (tidak membayarkannya) melainkan bakal ditahan hujan dari langit untuk mereka (tidak bakal diturunkan hujan), dan sekiranya bukan sebab hewan-hewan, niscaya manusia tidak bakal diberi hujan; (4)Tidaklah mereka melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan Rasul-Nya, melainkan Allah bakal menjadikan musuh mereka (dari kalangan tidak hanya mereka; orang kafir) berkuasa atas mereka, lalu musuh tersebut mengambil sebagian dari apa yang mereka miliki; (5)Dan selagi pemimpin-pemimpin mereka (kaum Muslimin) tidak berhukum dengan Kitabullah (Al-Qur’an) dan (tidak pula ia) mengambil yang paling baik dari apa-apa yang diturunkan oleh Allah (yakni syariat Islam), maka Allah bakal menjadikan permusuhan di antara mereka (memecah belah mereka).’.” (H.R. Ibnu Majah dan Al-Hakim, hadits shahih).



Hikmah dan Pelajaran Dari Wasiat Tersebut

Inilah lima wasiat besar Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam terhadap Abdurrahman bin ‘Auf saat melepas keberangkatannya untuk berdakwah ke Daumatul Jandal. Dan sungguh wasiat ini hakikatnya tidak hanya berlaku pada masa itu sahaja, tidak pula hanya berlaku untuk Abdurrahman bin ‘Auf saja, melainkan wasiat ini ialah untuk seluruh pengikutnya dari masa ke masa, dimanapun mereka berada. Sungguhlah bila kami bercermin atas apa yang terjadi pada tubuh umat Islam akhir-akhir ini, terlebih lagi pada tubuh umat Islam di Indonesia, bakal kami bisai kebenaran dari pesan Rasulullah sang khatamul anbiya’.

Tidakkah hadits ini lumayan menjadi tamparan untuk kita? Sungguh benarlah setiap sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, maka telah saatnyalah kami berbenah meninggalkanNorma  kami yang kelam. Wahai umat Islam, marilah kami kembali pada Allah dan Rasul-Nya. Berhentilah mengatakan “tak butuhlah mencampurkan urusan dunia dengan urusan agama”, sebab sungguh Rasulullah mengajarkan bahwa Islam itu melingkupi seluruh sudut kenasiban. Islam tidak hanya bicara soal ibadah maghdhah dan akhirat semata, melainkan ia juga mengatur urusan dunia. Bila kami meninggalkan Islam di satu saja sudut kenasiban dunia, maka kemenyesalan besar bakal menimpa kita.

Cukuplah telah kami acuh dengan perzinahan yang seakan telah menjadi faktor biasa, hentikanlah semampu kami sebab Allah dan Rasul telah melarangnya. Cukuplah telah kecurangan dan tipu daya merajalela, bahkan tidak jarang kami ikut andil didalamnya, hentikanlah supaya Allah tidak terusmarah terhadap kita. Cukuplah telah kami lalai dari membayarkan zakat-zakat kami selagi ini, alias Allah bakal menurunkan azab-Nya terhadap kita. Dan cukuplah telah kami ingkari janji kami pada Allah dan Rasul-Nya selagi ini dengan tiada taat pada-Nya. Ingatlah bahwa sebelum Allah tiupkan ruh kami ke jasad yang lemah ini, Allah telah terlebih dahulu menagih ikrar kita: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil pengakuan terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘ Benar  (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi’. (Kami lakukan yang demikian itu) supaya di hari kiamat kalian tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami (Bani Adam) merupakan orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)’.” (Q.S. Al-A’raaf [7]: 172)

Dan akhirnya, cukuplah telah kearoganan kami yang lebih suka berhukum dengan hukum yang dibuat-buat oleh manusia ketimbang memakai hukum yang telah diturunkan oleh Allah dan telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, kemudian malah berpendapat hukum karangan manusia itu lebih baik dari apa yang telah Allah syariatkan lalu dengan beraninya kami mencela hukum yang datang dari sisi-Nya. Belumkah kami membaca firman Allah yang artinya: “…Barang siapa yang tidak memutuskan (suatu perkara) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu merupakan orang-orang yang kafir.” (Q.S. Al-Maaidah [5]: 44)

Marilah kami renungi diri, telahkah kami menghindarkan diri dari 5 faktor dalam wasiat Rasulullah itu? Dan telahkah kami berjuang menjauhkan lingkungan kami dari 5 faktor yang mengajak 5 bala yang besar itu? Sebab sungguh Rasulullah memakai kosakata “kaum” dalam wasiatnya itu, bukan orang per orang. Dan sungguh Allah pun telah berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (Q.S. Al-‘Anfaal [8]: 25).

Maka keshalihan individu saja tidaklah lumayan untuk menghindarkan diri dari bencana-bencana itu. Butuh usaha yang keras untuk menyeru diri dan umat untuk bersama-sama menjauhi 5 maksiat besar jadi terhindarlah kami dari 5 musibah yang besar itu. Semoga tulisan ini pun tergolong diantara usaha kami untuk menjauhkan diri dari bala dan mendekatkan diri pada Allah ‘Azza wa Jalla, amin ya Rabbal ‘alamin.



Sumber :eramuslim ,com