Minggu, 27 Maret 2016
Berlangganan

Mindanao Masih Panas, Pejuang Islam Terus Menekan dan Bertahan


Baitsalmaqdis - Sebulan pasca pertempuran sengit yang terjadi pada pekan terakhir bulan Februari yang lalu, dilaporkan baku tembak sporadis terkadang masih terus berlangsung antara Sondalo (pasukan pemerintah Filipina) dengan para pejuang Islam di Butig Municipal, propinsi Lanao Del Sur.
Sumber-sumber di lapangan menyebutkan kerugian di pihak tentara pemerintah sedikitnya 80 sondalo tewas, 2 unit kendaraan lapis baja hancur, satu markas detasemen militer berhasil direbut mujahidin beserta senjata dan amunisinya. Sementara, hingga saat ini 6 pejuang Islam dilaporkan gugur dan 2 orang jihadis lainnya belum diketahui apakah killed in action atau tertangkap oleh musuh. Ribuan pengungsi sebagian besar masih belum berani pulang ke rumah-rumah mereka karena situasi keamanan belum kondusif.
Menurut seorang koresponden, Abbas Basco, para jihadis muda yang dimotori oleh duo bersaudara Omar dan Abdullah al-Maranao ini bergerak secara independen dan tidak berafiliasi dengan faksi lokal yang sudah ada. Meski sama-sama menggunakan identitas jihadis bendera hitam atau black flag, kelompok ini diduga tidak terkait dengan Ansharu ad-Daulah yang berafiliasi dengan ISIS.
Upaya negosiasi antara kelompok mainstream MILF dengan Manila mendorong sejumlah elemen-elemen Bangsamoro yang tidak puas dengan kebijakan tersebut memisahkan diri dan melanjutkan perjuangan bersenjata. Negosiasi yang sudah diupayakan selama beberapa tahun dan disponsori oleh Malaysia, termasuk sejumlah negara Uni Eropa dan organisasi kerja sama Islam OKI itu akhirnya menghadapi jalan buntu, karena DPR Filipina gagal mengesahkan RUU bagi dasar pembentukan sebuah wilayah otonomi Muslim di Mindanao.
Sebagaimana pernyataan juru bicara militer, Kolonel Noel Detoyato, insiden akhir Februari tersebut melibatkan serangan dan kontra serangan, aksi saling balas tembakan sniper, dan tembakan artileri, termasuk helikopter tempur dan pesawat pembom. Angkatan Udara Filipina hingga kini masih mengandalkan OV-10 Bronco, sebuah pesawat era 1970an dengan kemampuan melakukan surveillance dan serangan ringan untuk menekan posisi pejuang-pejuang Islam di selatan negara itu. Pernyataan perwira militer sondalo Kolonel Roseller Murillo, yang sebelumnya menyatakan jumlah militan Islam yang tewas mencapai 61 orang sejauh ini tidak terbukti, dan hanya berdasar pada informasi intelijen.
Di tempat terpisah, di propinsi Maguindanao pertempuran antara mujahidin BIFF (Bangsamoro Islamic Freedom Fighter) melawan sondalo sudah berlangsung hampir dua bulan. Meski didukung dengan kekuatan personil dan persenjataan yang lebih besar, sondalo banyak mengalami kerugian. Kombinasi medan tempur di daerah rawa-rawa dan belantara tropis sangat menyulitkan sondalo dalam menekan posisi mujahidin yang menerapkan taktik gerilya.
Para sniper mujahidin terbukti sangat efektif menghalau gerak maju musuh. Menurut sejumlah sumber media lokal, dilaporkan sedikitnya 104 sondalo tewas sejak awal pertempuran. Sementara di pihak BIFF dan sekutunya elemen foreign jihadist fighter, 1 orang pejuang gugur dan 1 orang lainnya tertangkap oleh musuh, yaitu salah satu petinggi BIFF Ustadz Hasan Indal saat berada di Cotabato.
Perlawanan para pejuang Islam dengan dukungan masyarakat Muslim untuk memisahkan diri dari pemerintah Manila sudah berlangsung selama lebih dari empat dekade di pulau Mindanao dan di wilayah-wilayah lainnya di selatan Filipina, menyebabkan lebih dari 120.000 orang tewas.
Darah pejuang Bangsamoro bahkan sudah ada sejak masa Kesultanan Sulu yang wilayahnya membentang dari Mindanao, Tawi-Tawi, Palawan, hingga Sabah di Malaysia. Dipimpin oleh Syarief al-Hasyim Syed Abu Bakar, perlawanan berlangsung sengit menentang penjajahan Spanyol terjadi di wilayah ini. Seorang penjelajah Potugis Ferdinand Magellen (1480-1521) beserta anak buahnya tewas ditangan Lapu Lapu, yang menurut sebagian ahli sejarah merupakan seorang etnis Tausug Muslim sekaligus pendiri Kesultanan Cebu bersama Rajah Humabon.

Sumber :kiblat ,com